Sabtu, 22 November 2014

Umpan Kehidupan



By: Usawa
“Bingung”  itulah kata yang sering menyelimuti hidupku. Perjalanan kehidupanku yang panjang memang penuh dengan warna berkat “bingung” atau apalah namanya, sesuatu yang membuatku kadang sebal dan risau. Kini umurku sudah beranjak dewasa, jadi aku juga berusaha mengubah sifat kekanak-kanakkanku menjadi dewasa. Aku tak mau bila ada orang menganggapku seperti anak kecil lagi. Tapi aku juga tak harus menghilangkan sifat manjaku pada ibu dan orang terdekatku kan?
Sebut saja namaku Anil. Kini aku sedang duduk di bangku kuliah semester 6. Tahun ini adalah tahun terakhirku, karena aku hanya mengambil diploma. Aku berharap perjalanan menuju puncak studiku lancar dan tanpa hambatan. Tapi, aku masih agak khawatir apakah bisa tanpa ada hambatan yang membuat pikiranku bingung? Sebenarnya ini hanyalah masalah sosial saja. Hanya pergulatan perasaan dan pikiran. Dan akhirnya yang menimbulkan “bingung”. Tak tahu solusi apa yang tepat dan paling manjur.
Aku berkuliah di negeri perantauan yang jauh dari tempat tinggalku. Istilah kunonya luar kota. Aku punya beberapa teman satu barak pengungsian para mahasiswa dari luar kota atau sebut saja teman kos. Mereka punya sifat dan karakter yang berbeda dan unik pula. Tapi, bertahun-tahun aku punya teman, baru kali ini punya masalah yang memusingkan. Hanya dengan seorang anak dari Batak. Tak tahu kenapa masalah yang timbul baru tahun-tahun terakhir ini. Itulah hal terkadang membuatku tidak betah hidup jauh dari orang tua. Ingin rasanya ketika ada masalah aku pulang saja. Tak usah bertemu dengan orang itu.
Minggu lalu adalah hari yang panjang bagiku di rumah dan kemerdekaan bagiku dari diktaktor, karena aku sudah menyelesaikan  KKN dan bebas dari teman orang Batak itu. Beberapa hari yang lalu, aku pergi ke kos, karena aku tahu pasti si Batak itu belum datang. Tapi aku kurang beruntung. Bukan karena dia ada di kos, tapi perjalananku yang penuh hambatan. Saat akan berangkat ke kota perantauan aku ketinggalan kereta, jadi aku harus menunda keesokannya dengan naik bis. Ketika akan pulang ke rumah aku ketinggalan bis. Aduh, lengkap sudah penderitaanku. Hilang penderitaan yang satu, yang lain tumbuh seribu. Itulah kata pepatah yang tepat untukku.
Hari berlalu dengan cepat, tak terasa kuliah sudah menghadang. Aku akan mempersiapkan mental lebih tebal lagi untuk menghadapi si Batak. Aku akan merubah diriku, aku tidak akan mengalah jika ia buat masalah lagi. Itulah, rencanaku untuk menjalani kehidupan ke depan.
Beberapa bulan masa kuliah semester enam ini berjalan dengan lancar dan tanpa masalah. Eeeee, baru saja tenang, ternyata bikin ulah lagi. Tak tahu kenapa dan apa masalahnya, ia mendiamkanku. Uhg...sungguh menyebalkan.  Tapi, itu tak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian ia marah dengan temanku gara-gara hal yang sangat sepele. Sudahlah....jangan memikirkan hal yang tidak penting! Itulah kata teman sekosan yang selalu menghibur saat ada masalah dengan si Batak itu.
Memang kita tidak mungkin bisa mengubah sifat seseorang, tapi tolonglah ya...pengertian sedikit. Aku dan teman sekos sering sakit hati gara-gara perkataannya. Tapi, ia mungkin menganggap hanya lelucon biasa. Kita selalu bersikap biasa di depannya dan mencoba untuk mengalah. Entah, sampai kapan ia akan seperti itu. Andai saja ia tahu bagaimana jeritan teman-temannya.
Akhir pekan ini aku pergi ke Jogja bersama Uun, Anir, dan juga si Batak. Walau kita agak tidak nyaman, tapi kita juga masih menganggapnya sebagai teman. Jadi, kita juga mengajaknya berjalan-jalan di sana.  Jujur saja, setiap ia bicara pasti ada saja perkataannya yang membuatku tidak suka. Jadi, selama perjalanan aku lebih suka ngobrol dengan Anir. Di Jogja aku bertemu dengan temanku yang berkuliah di sana. Ia adalah teman yang ada perasaan padaku. Aku hanya bertemu dia secara singkat agar tidak ketahuan teman yang lain. Tapi, lebih tepatnya jangan sampai ketahuan sama si Batak. Aku tak mau kalau dia tahu aku baru dekat dengan orang itu. Aku tak ingin komentar pedas keluar dari mulutnya. Pulang dari Jogja, entah mengapa aku malas sekali bicara dengan si Batak. Jadi, aku cenderung mendiamkannya. Terserahlah dia mau berkata apa.
Apakah kalian tahu? Ternyata gara-gara aku malas dan enggan bicara, ia semakin mendiamkanku. Ya, melihat pengalaman yang telah lalu....aku tak ingin mengalah lagi untuk mencoba bersikap manis dan baik hati. Selama beberapa hari aku bertahan bersikap demikian. Tak berapa lama kemudian ternyata suatu hari ia sudah bersikap biasa dan tidak cemberut seperti biasanya. Sampai akhirnya aku mendapat SMS dari teman sekampusku sebut saja namanya Uya, yang memang dekat denganku, tapi ia pun juga lumayan dekat dengan si Batak. Akan tetapi karena sikap si Batak yang selalu sok, gengsian, dan tak mau mengalah membuat temanku ini juga sering bermasalah dengannya.  Mungkin kali ini adalah yang paling memuncak. Padahal maasalahnya juga sepele, cuman gara-gara ia nasehatin si Batak untuk lebih pengertian tentang masalahnya denganku dan Uun, ia malah mendiamkannya. Tetapi karena temanku yang satu ini memang juga agak keras wataknya, jadi ia malah malah SMS seperti ini,
”Kamu marah ya sama aku. Kalau emang marah ngomong aja, jangan sampai aku denger dari orang lain kalau kamu marah”.
Mungkin setelah mendapat SMS itu membuat si Batak sikapnya berubah, tidak cemberut dan tidak  ketus kalau ngomong pikirku sesaat. Ooo, ternyata SALAH! Itu hanya pelarian sesaat saja
Masalah teman sekampusku si Uya dengan si Batak itu ternyata membuat dampak positif sesaat terhadap aku dan Uun, ia juga malah menceritakan semua curhatan si Batak itu kepadaku dan Anil. Karena ia merasa sakit hati, seperti yang selalu kita rasakan. Ia lalu menceritakan bahwa ternyata secara diam-diam tanpa sepengetahuanku dan Uun ia menceritakan semua masalah yang sedang ia alami. Si Batak mengatakan bahwa kalau sudah ga betah lagi sekos sama aku dan Uun. Ia juga mengatakan ketidaksukaannya padaku. Ia tidak suka kalau aku lebih sering bercerita dengan Uun. Ia juga iri karena tidak aku tidak bercerita kepadanya masalah cowok yang suka padaku. Ia merasa bodoh kalau aku sedang bercerita tentang cowok itu. Padahal, di kos yang tahu secara detail hanya Anir dan Uun. Lainnya hanya menggodaku tanpa tahu siapa cowok itu. Aku sendiri bingung, padahalkan terserah aku mau bercerita pada siapa aja yang kurasa nyaman untuk bercerita. Kalau dipikir-pikir, aku juga tak pernah iri atau ingin tahu saat ia sedang asyik bercerita dengan siapapun.
Kini banyak teman yang dekat dengannya sudah tahu bagaimana sikapnya sebenarnya. Andai saja ia tahu isi hati teman-temannya. Kuliahku tinggal 2 bulan lagi, tapi terasa berat bagiku. Apalagi sebentar lagi harus mengurus perpindahan kos. Aduh, pusing. Sudah beberapa kali, Uun ditanyai si Batak ingin pindah kos kapan dan diajak mencari kos. Tetapi Uun tidak menjawab. Untung aku tidak ditanya, mungkin ia malas atau memang enggan untuk memberitahuku.  Jujur saja, beberapa teman, termasuk Uun dan aku sebenarnya enggan untuk satu kos lagi dengannya. Tapi, belum tahu apa yang kan terjadi. Hanya waktu yang bisa menentukan. Semoga Tuhan berbuat adil bagi kita semua......Amiin.

****
Perjalanan panjang trus menorehkan cerita dalam hidupku. Tapi aku masih merasakan dan menjalani masalah yang selalu melilit dalam pikiranku. Akan kuteruskan ceritaku yang dulu tentang pertemanan dengan si Batak. Sejak si Batak ada permasalahan dengan si Uya hubungan pertemanannya pun hanya sebuah sandiwara belaka. Uya pernah mengatakan kepadaku kalau si Batak menjalin pertemanan baik dengannya lagi hanya akan bertahan selama 3 bulan. Mendengar hal itu, aku tak sampai hati. Sakiiit rasanya.........
Ketika sandiwara itu telah dimulai, si Batak malah mendiamkanku dengan Uun selama beberapa hari. Bahkan itu juga berdampak pada semua anak kos. Adik kosku yang tidak tahu apa-apa kena ranjau panas dari mulutnya. Saat itulah, muncul niat dari teman-teman kos untuk mendiamkannya. Ia mau apa terserahlah kita tidak peduli. Ia baru merasa didiamkan saat akan berangkat kuliah. Karena biasanya bila sedang marahan Uun akan selalu mencoba berbicara dengannya. Entah mengapa, pagi itu tanpa mengajaknya berangkat kuliah bersama. Berangkat ..ya langsung berangkat. Seperti yang sering dia lakukan pada kita.
Eh, ternyata....lain orang lain cerita. Mungkin di posisi kita, kamilah yang merasa didiamkan terlebih dahulu. Tapi, ia mengatakan kalau ia merasa didiamkan oleh kami. Kalau kami mendiamkan apakah perlu aku atau Uun menawarinya untuk makan? Kalau memang kita mendiamkan sejak awal seharusnya kita tak perlu memperdulikannya. Terserah ia sudah makan atau belum. Sebenarnya aku dan Uun sudah enggan untuk berbaikan dengannya. Tapi, karena nasehat dari Uya dan Lin yang tahu tentang dia akhirnya kita mencoba untuk mencoba baik kepadanya. Berbuat baik lebih dulu toh juga ga ada ruginya.....
Setelah kejadian itu akhirnya si Batak mulai mau berbicara dan bercanda lagi dengan kita. Walaupun terkadang aku dan Uun harus selalu super duper berhati-hati bersikap dengannya. Semoga tidak timbul masalah lagi. Beberapa hari lagi aku akan mempresentasikan hasil laporanku. Aku berharap bisa lancar dan bisa segera lulus. Amiiin....

Bersambung…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar