By: Usawa
“Bingung” itulah kata yang sering menyelimuti hidupku.
Perjalanan kehidupanku yang panjang memang penuh dengan warna berkat “bingung”
atau apalah namanya, sesuatu yang membuatku kadang sebal dan risau. Kini umurku
sudah beranjak dewasa, jadi aku juga berusaha mengubah sifat kekanak-kanakkanku
menjadi dewasa. Aku tak mau bila ada orang menganggapku seperti anak kecil
lagi. Tapi aku juga tak harus menghilangkan sifat manjaku pada ibu dan orang
terdekatku kan?
Sebut
saja namaku Anil. Kini aku sedang duduk di bangku kuliah semester 6. Tahun ini
adalah tahun terakhirku, karena aku hanya mengambil diploma. Aku berharap
perjalanan menuju puncak studiku lancar dan tanpa hambatan. Tapi, aku masih
agak khawatir apakah bisa tanpa ada hambatan yang membuat pikiranku bingung?
Sebenarnya ini hanyalah masalah sosial saja. Hanya pergulatan perasaan dan
pikiran. Dan akhirnya yang menimbulkan “bingung”. Tak tahu solusi apa yang
tepat dan paling manjur.
Aku
berkuliah di negeri perantauan yang jauh dari tempat tinggalku. Istilah kunonya
luar kota. Aku punya beberapa teman satu barak pengungsian para mahasiswa dari
luar kota atau sebut saja teman kos. Mereka punya sifat dan karakter yang
berbeda dan unik pula. Tapi, bertahun-tahun aku punya teman, baru kali ini
punya masalah yang memusingkan. Hanya dengan seorang anak dari Batak. Tak tahu
kenapa masalah yang timbul baru tahun-tahun terakhir ini. Itulah hal terkadang
membuatku tidak betah hidup jauh dari orang tua. Ingin rasanya ketika ada
masalah aku pulang saja. Tak usah bertemu dengan orang itu.
Minggu
lalu adalah hari yang panjang bagiku di rumah dan kemerdekaan bagiku dari
diktaktor, karena aku sudah menyelesaikan
KKN dan bebas dari teman orang Batak itu. Beberapa hari yang lalu, aku
pergi ke kos, karena aku tahu pasti si Batak itu belum datang. Tapi aku kurang
beruntung. Bukan karena dia ada di kos, tapi perjalananku yang penuh hambatan.
Saat akan berangkat ke kota perantauan aku ketinggalan kereta, jadi aku harus
menunda keesokannya dengan naik bis. Ketika akan pulang ke rumah aku ketinggalan
bis. Aduh, lengkap sudah penderitaanku. Hilang penderitaan yang satu, yang lain
tumbuh seribu. Itulah kata pepatah yang tepat untukku.
Hari
berlalu dengan cepat, tak terasa kuliah sudah menghadang. Aku akan mempersiapkan
mental lebih tebal lagi untuk menghadapi si Batak. Aku akan merubah diriku, aku
tidak akan mengalah jika ia buat masalah lagi. Itulah, rencanaku untuk
menjalani kehidupan ke depan.
Beberapa
bulan masa kuliah semester enam ini berjalan dengan lancar dan tanpa masalah. Eeeee,
baru saja tenang, ternyata bikin ulah lagi. Tak tahu kenapa dan apa masalahnya,
ia mendiamkanku. Uhg...sungguh menyebalkan.
Tapi, itu tak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian ia marah dengan
temanku gara-gara hal yang sangat sepele. Sudahlah....jangan memikirkan hal
yang tidak penting! Itulah kata teman sekosan yang selalu menghibur saat ada
masalah dengan si Batak itu.
Memang
kita tidak mungkin bisa mengubah sifat seseorang, tapi tolonglah
ya...pengertian sedikit. Aku dan teman sekos sering sakit hati gara-gara
perkataannya. Tapi, ia mungkin menganggap hanya lelucon biasa. Kita selalu
bersikap biasa di depannya dan mencoba untuk mengalah. Entah, sampai kapan ia
akan seperti itu. Andai saja ia tahu bagaimana jeritan teman-temannya.
Akhir
pekan ini aku pergi ke Jogja bersama Uun, Anir, dan juga si Batak. Walau kita
agak tidak nyaman, tapi kita juga masih menganggapnya sebagai teman. Jadi, kita
juga mengajaknya berjalan-jalan di sana.
Jujur saja, setiap ia bicara pasti ada saja perkataannya yang membuatku
tidak suka. Jadi, selama perjalanan aku lebih suka ngobrol dengan Anir. Di
Jogja aku bertemu dengan temanku yang berkuliah di sana. Ia adalah teman yang
ada perasaan padaku. Aku hanya bertemu dia secara singkat agar tidak ketahuan
teman yang lain. Tapi, lebih tepatnya jangan sampai ketahuan sama si Batak. Aku
tak mau kalau dia tahu aku baru dekat dengan orang itu. Aku tak ingin komentar
pedas keluar dari mulutnya. Pulang dari Jogja, entah mengapa aku malas sekali
bicara dengan si Batak. Jadi, aku cenderung mendiamkannya. Terserahlah dia mau
berkata apa.
Apakah
kalian tahu? Ternyata gara-gara aku malas dan enggan bicara, ia semakin
mendiamkanku. Ya, melihat pengalaman yang telah lalu....aku tak ingin mengalah
lagi untuk mencoba bersikap manis dan baik hati. Selama beberapa hari aku
bertahan bersikap demikian. Tak berapa lama kemudian ternyata suatu hari ia
sudah bersikap biasa dan tidak cemberut seperti biasanya. Sampai akhirnya aku
mendapat SMS dari teman sekampusku sebut saja namanya Uya, yang memang dekat
denganku, tapi ia pun juga lumayan dekat dengan si Batak. Akan tetapi karena
sikap si Batak yang selalu sok, gengsian, dan tak mau mengalah membuat temanku
ini juga sering bermasalah dengannya. Mungkin
kali ini adalah yang paling memuncak. Padahal maasalahnya juga sepele, cuman
gara-gara ia nasehatin si Batak untuk lebih pengertian tentang masalahnya
denganku dan Uun, ia malah mendiamkannya. Tetapi karena temanku yang satu ini
memang juga agak keras wataknya, jadi ia malah malah SMS seperti ini,
”Kamu marah ya sama aku. Kalau emang marah
ngomong aja, jangan sampai aku denger dari orang lain kalau kamu marah”.
Mungkin
setelah mendapat SMS itu membuat si Batak sikapnya berubah, tidak cemberut dan
tidak ketus kalau ngomong pikirku
sesaat. Ooo, ternyata SALAH! Itu hanya pelarian sesaat saja
Masalah
teman sekampusku si Uya dengan si Batak itu ternyata membuat dampak positif sesaat
terhadap aku dan Uun, ia juga malah menceritakan semua curhatan si Batak itu
kepadaku dan Anil. Karena ia merasa sakit hati, seperti yang selalu kita
rasakan. Ia lalu menceritakan bahwa ternyata secara diam-diam tanpa
sepengetahuanku dan Uun ia menceritakan semua masalah yang sedang ia alami. Si
Batak mengatakan bahwa kalau sudah ga betah lagi sekos sama aku dan Uun. Ia
juga mengatakan ketidaksukaannya padaku. Ia tidak suka kalau aku lebih sering
bercerita dengan Uun. Ia juga iri karena tidak aku tidak bercerita kepadanya
masalah cowok yang suka padaku. Ia merasa bodoh kalau aku sedang bercerita
tentang cowok itu. Padahal, di kos yang tahu secara detail hanya Anir dan Uun.
Lainnya hanya menggodaku tanpa tahu siapa cowok itu. Aku sendiri bingung,
padahalkan terserah aku mau bercerita pada siapa aja yang kurasa nyaman untuk
bercerita. Kalau dipikir-pikir, aku juga tak pernah iri atau ingin tahu saat ia
sedang asyik bercerita dengan siapapun.
Kini
banyak teman yang dekat dengannya sudah tahu bagaimana sikapnya sebenarnya.
Andai saja ia tahu isi hati teman-temannya. Kuliahku tinggal 2 bulan lagi, tapi
terasa berat bagiku. Apalagi sebentar lagi harus mengurus perpindahan kos.
Aduh, pusing. Sudah beberapa kali, Uun ditanyai si Batak ingin pindah kos kapan
dan diajak mencari kos. Tetapi Uun tidak menjawab. Untung aku tidak ditanya,
mungkin ia malas atau memang enggan untuk memberitahuku. Jujur saja, beberapa teman, termasuk Uun dan
aku sebenarnya enggan untuk satu kos lagi dengannya. Tapi, belum tahu apa yang
kan terjadi. Hanya waktu yang bisa menentukan. Semoga Tuhan berbuat adil bagi
kita semua......Amiin.
****
Perjalanan
panjang trus menorehkan cerita dalam hidupku. Tapi aku masih merasakan dan
menjalani masalah yang selalu melilit dalam pikiranku. Akan kuteruskan ceritaku
yang dulu tentang pertemanan dengan si Batak. Sejak si Batak ada permasalahan
dengan si Uya hubungan pertemanannya pun hanya sebuah sandiwara belaka. Uya
pernah mengatakan kepadaku kalau si Batak menjalin pertemanan baik dengannya
lagi hanya akan bertahan selama 3 bulan. Mendengar hal itu, aku tak sampai
hati. Sakiiit rasanya.........
Ketika
sandiwara itu telah dimulai, si Batak malah mendiamkanku dengan Uun selama
beberapa hari. Bahkan itu juga berdampak pada semua anak kos. Adik kosku yang
tidak tahu apa-apa kena ranjau panas dari mulutnya. Saat itulah, muncul niat
dari teman-teman kos untuk mendiamkannya. Ia mau apa terserahlah kita tidak
peduli. Ia baru merasa didiamkan saat akan berangkat kuliah. Karena biasanya
bila sedang marahan Uun akan selalu mencoba berbicara dengannya. Entah mengapa,
pagi itu tanpa mengajaknya berangkat kuliah bersama. Berangkat ..ya langsung
berangkat. Seperti yang sering dia lakukan pada kita.
Eh,
ternyata....lain orang lain cerita. Mungkin di posisi kita, kamilah yang merasa
didiamkan terlebih dahulu. Tapi, ia mengatakan kalau ia merasa didiamkan oleh
kami. Kalau kami mendiamkan apakah perlu aku atau Uun menawarinya untuk makan?
Kalau memang kita mendiamkan sejak awal seharusnya kita tak perlu
memperdulikannya. Terserah ia sudah makan atau belum. Sebenarnya aku dan Uun
sudah enggan untuk berbaikan dengannya. Tapi, karena nasehat dari Uya dan Lin
yang tahu tentang dia akhirnya kita mencoba untuk mencoba baik kepadanya.
Berbuat baik lebih dulu toh juga ga ada ruginya.....
Setelah
kejadian itu akhirnya si Batak mulai mau berbicara dan bercanda lagi dengan
kita. Walaupun terkadang aku dan Uun harus selalu super duper berhati-hati
bersikap dengannya. Semoga tidak timbul masalah lagi. Beberapa hari lagi aku
akan mempresentasikan hasil laporanku. Aku berharap bisa lancar dan bisa segera
lulus. Amiiin....
Bersambung…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar