Sabtu, 30 April 2011
Si Peri Cantik dan Si Buruk Rupa
By: usawa
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang gadis yang buruk rupa. Ia hidup sebatang kara di gubuk tua. Sejak sebuah musibah yang menimpanya sejak kecil yang membuat wajahnya rusak, orang tuanya meninggalkannya karena malu mempunyai anak sepeti itu. Ia kemudian diasuh oleh neneknya. Namun, ketika ia beranjak remaja neneknya meninggal. Lalu, ia pun berusaha bertahan hidup dengan apa adanya, ia menjual kain hasil rajutannya untuk memenuhi hidupnya. Bila ia ingat neneknya ia selalu menangis, karena hanya neneknyalah orang yang mau menerima keadaan dirinya. Teman-teman dan orang-orang di sekitarnya tak mau bergaul dengannya. Setiap hari ia hanya di rumah, keluarpun kalau ada perlu saja. Setiap ia menjual rajutannya ke pasar, pasti ada saja orang yang mengejeknya. Padahal ia sudah memakai cadar bila keluar rumah.
Suatu hari ketika ia pulang dari pasar, ia melihat sebuah kendi yang ujungnya ditutup dengan sumbatan. Ia pun penasaran, dan mengambilnya. Kemudian ia membuka sumbatan itu, tak disangka tiba-tiba muncul makhluk aneh dari kendi itu. Ia terkejut dan takut melihatnya, lalu la lari pulang ke rumahnya. Ia segera mengunci pintu dengan nafas masih terengah-engah. Karena ia merasa lelah karena lari ketakutan, ia pun tertidur di kursi panjang yang terbuat dari bambu.
Tak disangka, ternyata makhluk itu mengikuti sampai rumahnya. Ketika si buruk rupa sedang tertidur makhluk yang seperti kupu kecil itu memperhatikan wajahnya. “Kasihan sekali gadis ini, wajahnya rusak.......”, katanya. Tiba-tiba si buruk rupa terbangun mendengar suaranya. Ketika membuka mata, ia melihat ada makhluk kecil yang bersayap terbang-terbang diatas wajahnya. Ia menjerit.
“Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu, aku peri kecil yang telah kau tolong. Kau yang melepaskanku dari kendi itu. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu...” kata si peri.
“Apa yang kau inginkan dariku, jangan ganggu aku pergilah.....aku mohon...”, kata si buruk rupa.
Melihat itu, si peripun tak tega lalu pergi. Tetapi pada malam harinya ia kembali lagi. Saat si buruk rupa tertidur, secara diam-diam ia mengayunkan tongkat kecilnya diatas wajah si buruk rupa. Tak berapa lama, wajah si buruk rupapun menjadi cantik.
“Terimakasih kau telah membebaskanku....”, kata si peri cantik.
Ketika melihat tubuh si buruk rupa bergerak ia pun segera pergi agar tak diketahui olehnya.
Keesokan harinya, seperti biasa si buruk rupa melakukan aktivitas seperti sebelumnya. Ia belum menyadari jika wajahnya telah menjadi cantik, jadi setiap keluar rumah ia masih menggunakan cadar. Ia adalah gadis yang baik hati. Pada suatu ketika ada seorang pengemis tua yang kehujanan di depan jalan gubuknya. Lalu karena ia tak tega melihatnya, ia meminta pengemis itu berteduh di gubuknya. Ia juga memberikan baju hasil rajutannya untuk pengemis itu agar tidak kedinginan. Padahal sebuah baju rajutan baru bisa ia selesaikan dalam dua hari. Tapi, karena ia tidak punya benda yang lain untuk diberikan. Maka ia meberikan baju rajutannya. Sampai-sampai ia tak makan beberapa hari, karena tak ada baju rajutan yang dijual.
Tak berapa lama kemudian tersiar kabar bahwa raja di negeri seberang sedang mencari calon manantu untuk pangerannya. Berita itupun sampai di desa tempat si buruk rupa tinggal. Banyak gadis dari desanya yang mengikuti sayembara di Istana. Karena si buruk rupa penasaran, ia pun ikut melihat sayembara yang diadakan di istana. Ia tidak berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Tapi, ternyata di istana ada peraturan yang mengatakan bahwa:” barang siapa yang telah masuk kawasan istana maka ia harus memberikan sebuah persembahan untuk baginda raja, bila baginda raja menyukai persembahan itu maka raja akan menjadikan menantu”.
Mengetahui hal tersebut si buruk rupa sangat kaget, ia tak tahu harus bagaimana. Banyak pengawal istana yang berkeliaran dimana-mana. Dengan sangat terpaksa akhirnya ia harus mengikuti arus antrian untuk menunggu giliran memberikan persembahan. Si buruk rupa sangat gugup dan takut, tak tahu persembahan apa yang akan diberikan. Ia pun pasrah, walaupun ia harus dihukum ia akan terima.
‘’Aduh, bodohnya aku... kenapa aku harus datang kesini.....,” gumam si buruk rupa.
Akhirnya tibalah giliran si buruk rupa untuk memberikan persembahan. Ia lalu masuk ke sebuah ruangan. Di ruangan tersebut ia melihat banyak keluarga raja beserta beberapa pengawal. Ketika telah masuk, ia hanya diam tak tahu harus apa.
“Hai, gadis bercadar..... apa yang ingin kau persembahkan untukku? “ tanya raja.
“E.....maafkan hamba baginda raja, sebenarnya hamba tidak berniat mengikuti sayembara ini. Jadi, saya tidak punya persembahan untuk baginda raja. Bila raja hendak menghukum hamba, akan hamba terima”, kata si buruk rupa sambil menangis tersedu-sedu.
“Ehm, aku tidak akan menghukummu....aku hanya ingin tahu kenapa kau menutupi wajahmu dengan cadar?” kata raja.
“Maaf, baginda. Wajah hamba rusak sejak kecil. Banyak orang yang tidak mau bergaul dengan hamba, hamba hidup sebatang kara sejak nenek hamba meninggal dunia. Orang tua hamba tidak mau mengakui hamba sebagai anaknya karena wajah hamba yang rusak ini....”, katanya menunduk sambil menangis.
“Coba bukalah cadarmu!” kata pangeran.
“Maaf, tapi saya takut pangeran akan jijik melihatnya,”katanya.
“...............tidak, saya bukan seperti itu, tidak apa-apa,”kata pangeran.
“Benar, bukalah.....,”kata ratu.
Akhirnya dengan terpaksa si buruk rupa membuka cadarnya. Dengan sangat terkejut semua keluarga raja yang ada disana melihat wajah dibalik cadar yang menutupinya. Betapa terpesonanya pangeran melihat kecantikannya. Sampai tak bisa berkata-kata. Pangeran langsung berdiri dan menghampirinya.
“Kenapa wajah secantik ini harus kau tutupi, apakah....,” kata pangeran.
“Maaf....maaf...sekali lagi maaf pangeran, apa yang pangeran ucapkan? Pujian itu tak pantas untuk wajah hamba pangeran...,” katanya sambil menunduk.
“Tidak, apakah kau tidak tahu kalau wajahmu itu sangat cantik.....akan kuperlihatkan padamu, pengawal! Ambilkan cermin!” kata pangeran.
Tak berapa lama kemudian pengawal yang membawa cermin itu datang. Lalu, dengan sangat terkejut si buruk rupa melihat wajahnya. Ia seakan tak percaya kalau itu dirinya.
“Maaf, baginda. Bukan maksud hamba berkata bohong tentang diri saya. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa menjadi seperti ini. Jika memang saya harus dihukum saya akan menerima,”kata si buruk rupa.
“Baik, karena kau telah berdusta, aku akan memberikan hukuman untukku,” kata pangeran sambil berjalan ke arah Raja dan Ratu. Pangeran berbisik kepada sang raja dan ratu. Baginda raja dan ratupun hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian sang pengeran pun berkata,” Ehm, sebagai hukuman.....(dengan hati berdebar-debar) akan kujadikan kau sebagai pendamping hidupku.”
Mendengar ucapan sang pangeran, seakan jangtungnya berhenti berdetak, aliran darahpun berhenti, ia diam seribu bahasa.
“Bagaimana, apakah kau mau menerima hukuman itu?” tanya pangeran.
“Ehm, baiklah....jika itu memang hukuman dari pangeran, maka hamba tidak bisa menolaknya.”
Akhirnya merekanpun menikah dengan pesta yang sangat meriah. Mereka hidup bahagia selamanya.
The End
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Admn boleh saya minta biografi pengarang cerpen ini? untuk kepentingan akademik. mohon bantuannya. terimakasih :)
BalasHapusmaaf baru bls, boleh mbk....
BalasHapus@asyahfa Riani bisa lewat email, informasi apa aja yg anda perlukan bisa kirim aja lewat email usawa_chan@yahoo.com
BalasHapus